Rabu, 04 Mei 2016

MAKALAH KULIAH : Pengantar Filsafat



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengantar Filsafat” . Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen Mata Kuliah Pengantar Filsafat.
Makalah ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang  berkaitan dengan materi pengantar filsafat, serta infomasi dari berbagai media cetak maupun elektronik.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Filsafat terutama materi mengenai kontroversi-kontroversi pokok dalam filsafat, sehingga kita dapat menambah pengetahuan seputar filsafat.
Dan penulis berharap bagi pembaca untuk dapat memberikan pandangan dan wawasan agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Filsafat/filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti : mencintai kebijaksanaan, tetapi arti kata ini belum menampakkan arti filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif.
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemology/tentang asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dll.
Salah satu sumber keprihatinan kita terhadap kondisi psikososial umat islam kontemporer ialah lambatnya kelompok ini mentas dari “masa kanak-kanak” dalam banyak hal. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri: terobsesinya umat dengan simbol-simbol formalisme-legalistik, pemahaman keagamaan yang suerfisial dan skripturalistik, mudahnya umat tergoda dari retorika dan orasi emosional tanpa penalaran dan, pada saat yang sama, gamangnya mereka menghadapi tantangan realitas zaman yang menuntut kemampuan apropriasi, yaitu kemampuan memahami orang lain tanpa hanyut kedalamnya.
Sebagai langkah awal, walaupun barangkali kedengarannya janggal, penting kiranya kita mendefinisikan secara tuntas hakikat filsafat islam. Memang, akan sangat mencemaskan apabila para pelaku suatu wilayah penyelidikan lebih suka menghabiskan  waktu membenarkan sesuatu yang mereka lakukan. Namun, boleh jadi, ada pelaku-pelaku yang benar-benar hendak mencermati semua masalah konseptual yang tersangkut dalam kegiatan mereka.
Filsafat berkaitan dengan hal-hal dan konsep-konsep umum yang didasarkan pada kesahihan universal, kita tidak bisa mengharapkan filsafat bisa banyak bermanfaat untuk suatu agama tertentu. Inilah banyak kontroversi-kontroversi pokok yang terjadi.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka berikut penulis akan merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Apakah pengertian filsafat ?
2.      Bagaimanakah Akhirat itu ?
3.      Apakah yang bisa tuhan ketahui?
4.      Bagaimanakah teori David Hume tentang jiwa?


C. MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pembahasan makalah ini, yaitu berdasarkan rumusan masalah di atas :
1.      Untuk mengetahui apa itu filsafat
2.      Untuk mengetahui pandangan filsafat bagaimana akhirat itu
3.      Untuk  mengetahui apa yang bisa Tuhan ketahui ditinjau dari filsafat
4.      Untuk mengetahui teori David /hume tentang jiwa
 


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Filsafat
Orang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak di  bumi sedang tengadah ke bintang-bintang , ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam  kemestaan alam, Karakteristiknya berfikit filsafat yang pertama adalah menyeluruh,  yang kedua mendasar. Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran/ rasio belaka.
a.       Menurut harun nasution
Filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika)  dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam- dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan
b.      Menurut plato( 427-347 sm)
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
c.       Aristoteles (384-322 sm)
Yang merupakan murid plato menyatakan filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
d.      Marcus tullius cicero (106 – 43 sm)
Mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya.
e.       Al farabi (wafat 950 m)
 filsuf muslim terbesar sebelum ibn sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
f.       Immanuel kant (1724 – 1804)
Menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya 4 persoalan : yaitu
(1)    Apakah yang dapat kita ketahui (dijawab dengan metafisika) ,
(2)    Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab dengan etika),
(3)    Sampai dimanakah pengharapan  kita (dijawab dengan agama)
(4)    Apakah yang dinamakan manusia (dijawab dengan antropologi)
g.      Harold h.titus
Mengemukakan 4 pengertian filsafat. Adalah :
(1)    Satu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta (philosophy is an  attitude toward life and the universe)
(2)    Filsafat adalah satu metode pemikiran reflektif dan penyelidikan  akliah (philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquired)
(3)    Filsafat adalah satu perangkat masalah ( philosophy is a group pf problems)
(4)    Fisafat ialah satu perangkat teori atau isi pikiran (philosophy is a group of system of thouhg).
h.      Prof. Dr. Fuad hassan
Guru besar psikologi universitas indonesia menyimpulkan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal dalam arti mulai dari radix suatu gejala dari akar suatu hal yang hendak dimasalahkan, dan dengan jalan penjajagan yang radikal filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan- kesimpulan yang universal .
i.        Al- farabi
Mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud.(al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah). Tujuan terpenting mempelajari filsafat adalah mengetahui tuhan, bahwa ia esa dan tidak bergerak, bahwa ia memjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada , bahwa ia mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksanaan dan keadilan-nya, seorang filosof atau al hakim adalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang zat yang ada dengan sendirinya (al-wajibli-dzatihi), wujud selain allah , yaitu mahluk adalah wujud yang tidak sempurna.
j.        Ibnu sina
Pembagian filsafat bagi ibnu sina pada pokoknya tidak berbeda dengan pembagian yang sebelumnya, filsafat teori dan filsafat amalan. Filsafat ketuhanan menurut ibnu sina adalah:
1.      Ilmu tentang turunnya wahyu dan mahluk-mahluk rohani yang membawa wahyu itu, dengan demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dati sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan didengar.
2.      Ilmu akherat (ma’ad) antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.



2.      Akhirat
Masalah seperti apa yang dihadapi oleh falasifah mengenai ide-ide ini ? Masalah mendasar pada gagasan kehidupan setelah mati yang bersifat personal ialah bagaimanakah indentitas personal itu tercipta kembali setelah lenyapnya ruh dan raga (A 82-96). Jika jiwa tetap hidup setelah menghadapi kesulitan memaparkan siapa pemilik jiwa itu sebenarnya. Jelas kiranya bahwa jiwa tadi adalah jiwa dari orang yang raganya telah hancur dan bahwa jiwa tadi melanjutkan perjalanannya dalam bentuk-bentuk lain.
Namun, apa yang membedakan satu jiwa dengan jiwa lainnya? Jawabannya, yaitu pertama, raga yang telah ditempatinya; dan kedua, segenap memori dan pikiran unik yang terdapat didalam jiwa itu sendiri. Dengan demikian, pada saat mati, jiwa bisa terus hidup beserta segenap memori dan pikiran uniknya, sambil tetap teringat pada raga yang menyertai kehidupan fananya. Masalahnya kemudian adalah untuk menjadi sesuatu sebagaimana ditegaskan Arisoteles, jiwa memerlukan materi. Dan jika kebangkitan kembali itu semata-mata bersifat spiritual, tidak akan ada masalah bagi bentuk seseorang (the form of the person), yang tak lain adalah jiwanya sendiri, untuk membentuk dan menjelma kembali.
Keberatan Al-Ghazali terhadap falsifah  tepatnya bukan karena mereka menolak kehidupan akhirat. Namun, karena mereka menolak kebangkitan fisik. Al-Ghazali menguraikan sikap falasifah menunjukan betapa pentingnya menegaskan perihal hakikat materi dalam kehidupan itu. Itulah sebabnya Al-Quran menguraikan kehidupan akhirat dengan bahasa yang ragawi. Namun, masalahnya adalah bagaimana menjelaskan proses alami kematian dan pembusukan tubuh bisa dibalik oleh Allah. Memang, mungkin saja membayangkan bahwa setelah saya dikubur, saya dibangkitkan kembali oleh Allah, lantas saya mengembara bersama tubuh dan ruh saya ketempat yang layak untuk saya. Akan tetapi, apakah untuk imajinasi ini membuktikan bahwa hal itu mungkin adanya? Jelas, yang bisa terbayangkan disini ialah terjadinya mukjizat. Padahal, seperti kita tahu, falasifah tidak begitu saja menerima gambaran mengenai mukjizat.
Dalam hal kehidupan setelah mati (akhirat) ada sedikit perbedaan antara plato dan Marx. Plato berpendapat bahwa jiwa tidak akan mati (abadi). Jiwa akan menghadapi pengadilan dan berhak menerima siksa ataupun surga menurut baik buruknya amal selama masih hidup. Selain itu, setelah mati ia akan diberi kesempatan memilih kondisi keberadaanya yang akan datang. Meskipun demikian, plato tidak yakin adanya maksud tujuan sejarah secara keseluruhan. Sebaliknya, Marx tidak mengakui adanya ujian-ujian ketahanan hidup setelah mati tersebut, tapi justru menyatakan bahwa ada tujuan sejarah.
Kesatuan dunia dan akhirat, yang menurut S.H Nasr disebut juga sebagai scientia sacra, yaitu reintegrasi antara ilmu pengetahuan dan metafisika, merupakan solusi yang bijak dalam mengatasi segala macam krisis. Ia mengatakan bahwa agar dapat damai dan harmonis dengan alam, maka orang harus harmonis dan sesuai dengan Tuhannya, yang merupakan sumber dan asal segala sesuatu.
Dalam konsep filsafat islam, kehidupan dunia tidak dipertentangkan dengan kehidupan akhirat, akan tetapi diletakkan dalam wawasan tauhid yaitu menekankan pada kesatuan dimensi spritualitasnya, sehingga seprti yang digambarkan suatu hadits, sesungguhnya kehidupan dunia adalah tempat menanam kehidupan akhirat. Di dalam Al-quran juga terdapat fiman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat 201-202 :
Dan diantara mereka ada orang yang berkata, ya tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari api neraka. Mereka itu akan memperoleh bagian dari apa yang mereka kerjakan, dan Allah sangat cepat perhitungannya. “
 

3.      Apa yang bisa Tuhan ketahui?
Apa masalahnya dengan gagasan pengetahuan Tuhan atas peristiwa-peristiwa di dunia? Tentu saja, tidak ada masalah dalam membayangkan pengetahuan Tuhan. Namun,  falasifah membatasi pengetahuan ini pada kenbenaran-kebenaran abstrak dan niscaya (A 71-81). Bagaimana Tuhan bisa mengetahui tindakan yang saya lakukan sekarang jika Dia tidak memiliki tubuh? Kita mengetahui bahwa Tuhan tidak bertubuh. Karenanya, Dia tidak bisa mengetahui tindakan manusia. Seperti kata Al-Ghazali, pernyataan ini bisa berarti bahwa Tuhan tidak mengetahui Muhammad SAW telah menjadi nabi! Kita hanya mempunyai sedikit kesulitan membayangkan pengetahuan Tuhan tentang segala sesuatu, termasuk fakta-fakta temporer dan terbatas, lantaran kita dengan mudah dapat merentangkan ketakterbatasan-Nya pada pengetahuan-Nya.
Seperti halnya saya tahu semua isi rumah saya, Tuhan pun tahu isi kamar semua orang, disemua tempat dan sepanjang zaman. Problemanya adalah apakah ini berarti Dia memiliki penggalan-penggalan pengetahuan yang berubah-ubah dan berbeda-beda? Bagaimana mungkin kesadaran yang sempurna dan abadi mempunyai penggalan-penggalan pengetahuan yang bersifat sementara dan berubah-ubah? Lenih kasarnya, yaitu bagaimana mungkin zat berindra bisa mengetahui segala sesuatu yang hanya bisa diketahui oleh makhluk berindra? Bagaimanapun, Tuhan memang mesti mengetahui semua peristiwa keseharian karena Dialah yang akan memberi pahala dan siksa. Kita mengharapkan Tuhan menaruh perhatian pada segenap ciptaan, tidak seperti direktur perusahaan yang tidak mengetahui para pegawai ataupun apa yang mereka lakukan.
Pokok masalahnya adalah apakah bagian dari makna “Tuhan” untuk mengetahui semua hal yang partikular dan membangkitkan kita kembali secara fisik? Menurut falasifah, kelemahan ide Tuhan mengetahui semua fakta adalah bagaimana kiranya menjelaskan Maujud Mahasempurna sampai mengetahui segala hal? Apakah itu juga berarti mengetahui sesuat termasuk objek-objek yang bersifat remeh-remeh dan sementara? Ataukah kemahatahuan sebetulnya mengetahui prinsip-prinsip umum yang mengatur dunia fana? Menurut falasifah,  pendapat terakhirlah yang benar. Bagi mereka, tidaklah pantas Tuhan disebut mengetahui segala sesuatu secara mutlak, betapapun remehnya.
          Agama sesungguhnya membentuk persepsi tentang Tuhan, dan bukan Konsepsi tentang Tuhan, dan presepsi tentang Tuhan itu diperoleh melalui praktik menjalankan tata cara peribadatan kepada Tuhan, yang diatur secara datail dan operasional oleh agama dan melalui upacara peribadatan keagamaan itu, seorang pemeluk agama diharapkan mempunyai persepsi mengenai Tuhan yang disembahnya itu.
3.      Teori David Hume tentang jiwa
David Hume, tokoh besar skeptisime dari scotlandia membuat suatu gebrakan intelektual terhadap semua teori tentang jiwa, terutama yang dipertahankan oleh pendeta Idealis tipe Brekeley (lahir 1685). Berkeley telah membantah pernyataan bahwa materi tidak eksis dan hanya roh saja yang aksis – roh Tuhan dan roh Manusia. Sebaliknya, Hume membantah bahwa semua proses mental hanyalah merupakan pencampuran rasa yang diatur oleh gabungan prinsip. Jiwa hanya merupakan sebuah tradisi yang telah diterima tanpa berbagai pengetahuan yang benar dan tidak ada bukti mengenai eksitensinya yang pernah atau dapat dihasilkan. Sebagaimana Agnotisisme dan Ateisme pada masa kini, Hume dan penganut skeptis lain dari abad ke-17 dan 18 percaya, bahwa jiwa merupakan sebuah khyalan yang dihasilkan oleh pendeta dalam rangka memperthankan kekuatan dan pengaruh mereka terhadapa fikiran-fikiran publik. Agnostisisme dan Ateisme di Eropa, sebagian besar diarahkan untuk melawan gereja kristen, namun kedua aliran ini, ternyata juga mempunyai unsur kebenaran tertentu, yaitu tatkala kaum Agnostisisme dan Ateisme mengingkari Tuhan dan jiwa, maka ide mereka tentang jiwa dan Tuhan didasarkan pada fikiran-fikiran Kristen tentang Tuhan dan jiwa. Jadi, dalam keseluruhan abad XVIII M yang ada hanyalah aliran Skeptisisme dan Materialisme yang menguasai pemikiran filsafat Eropa dan berlanjut hingga abad XIX. Sementara itum Leibnitz (lahir 1646) dan kant (lahir 1724) telah memberikan satu perubahan baru bagi pemikiran filsafat.


BAB III
PENUTUP

a.      KESIMPULAN
1.      Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran/ rasio belaka.
2.      Dalam konsep filsafat islam, kehidupan dunia tidak dipertentangkan dengan kehidupan akhirat, akan tetapi diletakkan dalam wawasan tauhid yaitu menekankan pada kesatuan dimensi.
3.      Agama sesungguhnya membentuk persepsi tentang Tuhan, dan bukan Konsepsi tentang Tuhan, dan presepsi tentang Tuhan itu diperoleh melalui praktik menjalankan tata cara peribadatan kepada Tuhan, yang diatur secara datail dan operasional oleh agama dan melalui upacara peribadatan keagamaan itu, seorang pemeluk agama diharapkan mempunyai persepsi mengenai Tuhan yang disembahnya itu.
4.      dalam keseluruhan abad XVIII M yang ada hanyalah aliran Skeptisisme dan Materialisme yang menguasai pemikiran filsafat Eropa dan berlanjut hingga abad XIX. Sementara itum Leibnitz (lahir 1646) dan kant (lahir 1724) telah memberikan satu perubahan baru bagi pemikiran filsafat.
b.      Saran
jika dilihat dari peranan filsafat dan manfaat dari filsafat itu sendiri, ada baiknya kita mempelajari dan lebih memahami serta mendalami kajian dari ilmu filsafat.
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.


DAFTAR PUSTAKA
Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam:Sebuah pendekatan tematis, Bandung:Mizan, 2001
Asy’arie, Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta:Lesfi, 2001.
Sarwar, H.G, Filsafat Al-Quran, Jakarta:Rajawali Pers, 2011
Edwards, Paul, Eschatology, op. Cit, hlm 48-49.
Endang Saifuddin Anshari Ilmu, Filsafat dan Agama ,Bina ilmu Surabaya 1979
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar